Batu Amandel dan Rasa Ganjal yang Mengganggu

Ada satu masa dalam hidup saya ketika tenggorokan terasa begitu aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal setiap kali menelan, seolah-olah ada nasi yang belum turun atau serpihan makanan yang tersangkut di sana. Awalnya saya kira cuma efek dari makan terlalu cepat, atau mungkin sisa gorengan yang keras. Tapi setelah berhari-hari, rasa itu tidak juga hilang. Di situlah awal mula perkenalan saya dengan sesuatu yang ternyata disebut batu amandel — atau dalam istilah medisnya tonsillolith.
Awal Mula: Gejala yang Sering Diabaikan
:strip_icc():format(webp)/article/FvCVlpNYr79HgZ7pUtbme/original/015351200_1588749362-Ilustrasi-Ibu-Menyusui-Berkumur-dengan-Air-Garam-shutterstock_644616745.jpg)
Kalau kamu pernah merasakan tenggorokan terasa seperti ada yang nyangkut, bau mulut yang tidak kunjung hilang meski sudah rajin sikat gigi, atau bahkan muncul bintik putih kecil di belakang tenggorokan, mungkin kamu sedang mengalami hal yang sama seperti saya dulu.
Saya masih ingat waktu pertama kali menyadari ada yang aneh. Saat sedang berkaca sambil gosok gigi, saya melihat ada titik putih kecil di salah satu sisi tenggorokan. Bentuknya seperti jerawat, tapi letaknya agak dalam, di area amandel. Saya pikir itu sisa makanan. Saya pun mencoba berkumur dengan air garam, berharap bisa hilang. Tapi setelah beberapa hari, bintik itu tetap ada, bahkan terasa semakin keras.
Rasa penasaran membuat saya membuka internet dan mencari tahu. Begitu banyak artikel yang muncul dengan kata kunci “bintik putih di amandel”. Salah satu istilah yang langsung mencuri perhatian saya adalah tonsil stone — batu amandel.
Mengapa Batu Amandel Bisa Terbentuk?
Dokter THT yang saya kunjungi waktu itu menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang rentan mengalami batu amandel. Salah satunya adalah kebersihan mulut yang kurang baik Alodokter.
Kita sering berpikir bahwa menyikat gigi dua kali sehari sudah cukup. Tapi ternyata, jika kita jarang berkumur atau tidak membersihkan bagian lidah dan tenggorokan, bakteri bisa berkembang di sana. Apalagi kalau kita sering makan makanan manis atau berlemak, yang bisa meninggalkan sisa di mulut.
Saya sendiri termasuk orang yang gemar minum kopi dan jarang minum air putih. Menurut dokter, kondisi mulut kering juga memperparah situasi karena air liur berfungsi membantu membersihkan bakteri dan sisa makanan dari mulut. Tanpa cukup air liur, mulut jadi “surga” bagi bakteri.
Gejala yang Sering Diabaikan

Salah satu hal yang mengejutkan saya adalah ternyata banyak orang memiliki batu amandel tanpa menyadarinya. Batu kecil ini bisa tersembunyi di balik lipatan amandel tanpa menimbulkan rasa sakit. Namun, begitu ukurannya bertambah atau posisinya mulai mengganjal, gejalanya mulai terasa.
Berikut beberapa gejala umum yang saya alami dan juga sering dilaporkan oleh penderita batu amandel:
Bau mulut yang membandel. Tidak peduli seberapa sering saya menyikat gigi, aroma tak sedap tetap terasa. Itu karena batu amandel mengandung bakteri anaerob yang menghasilkan sulfur — penyebab utama bau mulut.
Rasa tidak nyaman di tenggorokan. Kadang seperti ada pasir, kadang seperti ada makanan yang nyangkut.
Sulit menelan atau terasa perih ringan.
Bintik putih di amandel yang terlihat saat berkaca.
Kadang muncul batuk ringan tanpa sebab yang jelas.
Meski terdengar sepele, batu amandel bisa sangat mengganggu kepercayaan diri — terutama karena bau mulut yang sulit dihilangkan.
Pengalaman Pertama ke Dokter THT
Saya akhirnya memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter THT di rumah sakit terdekat. Begitu saya buka mulut, dokter langsung tersenyum kecil dan berkata, “Ah, ini batu amandel kecil. Banyak orang punya, tapi jarang sadar.”
Dengan bantuan alat kecil dan lampu senter, dokter mengeluarkan batu itu hanya dalam beberapa detik. Rasanya tidak terlalu sakit, tapi aneh — seperti ada tekanan kecil di tenggorokan. Setelah keluar, saya tertegun melihatnya. Batu itu kecil, berwarna kekuningan pucat, dan baunya… luar biasa tidak sedap! Benar-benar seperti sisa makanan yang busuk.
Dokter menjelaskan bahwa batu amandel bukan penyakit berbahaya, tapi bisa menandakan bahwa kebersihan mulut perlu diperhatikan. Beliau juga menyarankan beberapa hal agar tidak kambuh lagi:
Kumur air garam hangat setiap malam.
Ini membantu membersihkan sisa makanan dan membunuh bakteri di area tenggorokan.Gunakan mouthwash antibakteri.
Pilih yang bebas alkohol agar tidak membuat mulut kering.Perbanyak minum air putih.
Air membantu menjaga kelembapan dan memperlancar proses pembersihan alami mulut.Hindari makanan manis dan susu berlebihan.
Produk susu sering meningkatkan lendir di tenggorokan yang bisa memicu batu amandel.Rajin membersihkan lidah.
Banyak bakteri berkembang di permukaan lidah tanpa kita sadari.
Ketika Batu Amandel Datang Lagi
Beberapa bulan setelah pengangkatan pertama, saya kembali merasakan sensasi yang sama. Kali ini tidak separah dulu, tapi tetap mengganggu. Batu amandel memang terkenal kambuhan, terutama kalau faktor penyebabnya tidak diatasi. Saya pun mulai mencoba beberapa cara alami yang direkomendasikan banyak orang di forum kesehatan.
Salah satunya adalah berkumur dengan air garam dan cuka apel. Cuka apel mengandung sifat antibakteri ringan dan bisa membantu melarutkan kotoran di amandel. Meski awalnya terasa agak asam dan membuat tenggorokan sedikit perih, hasilnya lumayan efektif jika dilakukan rutin.
Selain itu, saya juga mencoba teknik mengeluarkan batu amandel sendiri dengan bantuan cotton bud steril. Tapi saya tidak menyarankan ini untuk semua orang. Jika tidak hati-hati, bisa melukai jaringan amandel dan menyebabkan infeksi. Jadi, jika batu cukup besar atau posisinya sulit dijangkau, lebih baik tetap ke dokter.
Operasi Amandel: Perlu atau Tidak?
Beberapa teman saya yang sering mengalami batu amandel kronis akhirnya memilih operasi pengangkatan amandel (tonsilektomi). Prosedur ini dilakukan jika batu sering kambuh, menyebabkan infeksi berulang, atau membuat napas berbau parah.
Dokter saya menjelaskan bahwa amandel sebenarnya tidak terlalu penting pada orang dewasa, karena sistem kekebalan tubuh sudah cukup kuat tanpa mereka. Namun, operasi tentu memiliki risiko dan masa pemulihan yang cukup lama — biasanya seminggu hingga dua minggu. Tenggorokan akan terasa nyeri, dan pasien harus makan makanan lembut seperti bubur atau sup selama masa penyembuhan.
Saya pribadi memilih tidak operasi karena kasus saya masih ringan. Saya lebih memilih menjaga pola makan dan kebersihan mulut. Namun, bagi mereka yang sudah mengalami batu besar atau sering kambuh, operasi bisa jadi solusi jangka panjang.
Baca fakta seputar : health
Baca juga artikel menarik tentang : Influenza: Panduan Lengkap untuk Mencegah dan Mengatasinya
